Hari kelulusan: wis-udah-an ah


Besok saya harus bangun pagi. Terlanjur janji untuk berdandan di salon jam 4. Subuh! Yap. Beginilah nasib wisudawati, ribetnya setengah mati. Oh, jangan lupakan: hampir bangkrut akut. 

Tengok sebentar kumpulan nota yang sudah saya kumpulkan di selipan dompet. Ah…andai duit yang saya punya setebal ini :D Ada nota pembelian kain bahan kebaya, nota uang muka dan pelunasan make-up di salon, nota pelunasan malam pelepasan, nota pembayaran wisuda, nota tagihan biaya KRS sialan. Tunggu…apa saya mengumpat sialan? Benar! Sialan betul! Waktu pendadaran sampai revisi dan pengesahan jilid, saya hanya “menikmati” semeter baru selama…1 bulan! Dan saya harus bayar penuh untuk satu semester alias 6 bulan?

Baiklah. Relakan. Iya, rela sebab saya takkan mungkin lupa. Saya tidak akan melupakan setiap rupiah yang harus saya keluarkan demi mengenakan topi aneh dan seremonia memindah pita. Apakah kerja keras 2 tahun ini hanya demi memindah pita topi toga? Hm…jangan-jangan begitu.

Beberapa teman memilih untuk tidak wisuda. Tak apa, itu pilihan mereka. Tapi sayang juga. Soalnya sudah bayar, kalau tidak didatangi, kita yang rugi. Mending kalau sistem kampus sebelah: Tidak ikut wisuda, tidak bayarpun tak apa. Masalah utamanya ya cuma satu:  sudah dipaksa terlanjur bayar.

Eh? Apa sih yang saya racaukan? Setidakrelanya saya mengucurkan dana yang bikin lubang asteroid pada perekonomian personal saya, wisuda itu penting. Setidaknya untuk orang tua. Secuek-cueknya kita jadi anak, kita tak mungkin mengabaikan fakta bahwa orang tua yang sudah mengeluarkan dana selama…berapa? 20? 24 tahun? Silahkan saja kalau ada yang bilang bahwa hal itu sudah wajar dan sepantasnya: kewajiban orang tua. Betul. Tapi jika mereka memilih untuk tak peduli sedikitpun pada pendidikan kita, mau apa?

Maka saya memutuskan untuk antusias menyiapkan hari-H. Ribetnya sudah mirip menyiapkan proses pernikahan. Well, mungkin ini bisa dijadikan latihan? hahahaha! Kalau sudah terlanjur antusias begini, sisi khas cewek saya keluar. Dengan senangnya mulai tanya-tanya Om Google untuk cari model kebaya, model rambut. Mulai survey salon dan studio foto. Tentunya yang masih masuk dalam batas anggaran yaa… Eh? Batas anggaran? Apa itu? Cewek kan tidak kenal frase itu dalam kamusnya! :D Jadi, biaya sekian rupiah yang sudah dianggarkan sebegitunya (dengan mempertimbangkan asas kemampuan), lalu melebar kemana-mana dengan alasan “Aduh…cuma sekali seumur hidup ini” Bayangkan dong sodara-sodara, berapa banyak hal yang kita buat dalih “sekali seumur hidup”?? Kalau jumlahnya lebih dari 20 sampai saat ini, pikir lagi. Masalahnya, saya tidak berpikir :P

Dan di sinilah saya, tidak bisa tidur menjelang janjian dandan…4 jam lagi! Saya iri dengan wisudawan cowok. Teman saya, laki-laki, cukup pakai kemeja pinjaman, celana warisan, dan dasi seribuan plus nyamber sepatu anak kosan. Tarraaa!!! Siaplah dia untuk wisuda! That’s it! Padahal ya, model kebaya saya lengan pendek, dan itupun ditutup toga. Apa ada yang tahu kalau ternyata saya pakai kaos kutung di baliknya??

Dulu saya selalu sesumbar: Mau wisuda pakai tanktop, lalu pakai gelang yang dibuat dari kain tile seolah pakai lengan kebaya. Ditambah potongan kain di bagian leher mirip atasan kebaya. Tapi dalamnya tanktop. Saya cuma berpikir bahwa wisuda itu sama saja dengan kamp konsentrasi Nazi. Toh kami ini yang jumlahnya ratusan,digiring ramai-ramai ke satu ruangan yang oksigennya bahkan tak cukup untuk bikin nafas buatan :D Kami akan terpanggang di sana…hidup-hidup!

Ya…rasanya segitu dulu uneg-uneg pra wis-udahan saya. Wis (Sudahlah) Udahan deh! Cukup sekian saja masa sekolahnya, istirahat dulu sambil bekerja. Waktunya cari duit buat…sekolah lagi jenjang berikutnya! Hahahaha siapa yang bilang belajar itu seumur hidup? Benar juga kaaan? Andai saya mati di umur 60, sepertiga hidup saya sudah dihabiskan di masa sekolah :P

Sebagai penutup, saya sertakan sebait puisi dari situs gratisan hasil survei di internet. Saya sangat suka kata-katanya, terutama di bagian baris terakhir. Penutup yang sempurna untuk sebait masa sekolah…eh, kuliah.

Graduations can be bittersweet,
Reminding us of all that’s come and gone:
All our battles, whether lost or won,
Days of bliss, and days we would delete.
Underneath our pride there is the sense,
Almost like a wound, of something past,
The beauty of a time that cannot last,
In which we shared the joys of innocence.
Open vistas lie before our eyes;
Now is the time for hopes and for goodbyes.

poems for free

Love,

PS: nanti saya sertakan foto-foto narsis saya kalau sudah ada :D


4 respons untuk ‘Hari kelulusan: wis-udah-an ah

  1. Buk, curhat’ny cukup meracau, tp yg penting intiny ga kacau, wkwkwk..
    Cerita ini aq yakin ga jauh beda sama rata2 kisah2 cew2 yg mau wisuda’an. Termasuk aq! Hihihi..

    Pas Wisudaan sueneng bgt, Euforia’ny terasa hampir 3bulan’an, tp ga lama, aq kelimpungan krn blm dpt job yg kubilang ‘Cucok’, yups! Sok idealis jg keluar, tp yah, yg namany manusia, tetap hrz berusaha se’Max mgkn..

    So, buat sobatku Elga, Smangat yaw!
    Pantang Menyerah! N..
    Kejar Cita2mu! ^^
    *sok bijak mode on*

Jadi, bagaimana menurutmu?